Senin, 07 April 2008

KERETA BERISIK ITU MEMBAWAKU KE JAKARTA

Kamis 5 April 2008, saat jam yang melingkar dipergelangan tangan kiriku menunjuk pada jam 21.04. Langkah kaki kiriku terhenti pada pintu masuk sebuah gerbong bernomer 6. Dengan senyum rahamah, seorang pramugari mengisyaratkan dan mempersilahkan aku masuk sambil berucap selamat malam. Ku lajutkan langkahku sambil membalas jawaban dengan berucap terima kasih kepada parmugari ramah yang telah manyapa semu calon penumpang tanpa kecuali. Udara panas mulai terasa saat aku memasuki gerbong dan memastikan nomor tempat duduk sesuai dengan yang tercoret dalam tiket. Tidak begitu lama untuk mencari tempat duduk bernomer 13 C, yang memang kebetulan berada dekat pintu masuk gerbong kereta bagian depan. Kusandarkan mencari posisi duduk senyaman mungkin untuk memastikan posisi mana yang paling nyaman untuk perjalanan selama kurang lebih 9 jam. Mencoba relaks sambil melihat akitifitas orang di sekeliling dari masinis, petugas kereta, penumpang, pengantar, petugas kebersihan, sampai copet kali ya… sampai pedangan asongan tentunya. Mereka riuh berakifitas sesuai profesi mereka masing masing dengan tanpa mempeduliakan orang di sekitar mereka mencoba profesional. Sebelum kereta berjalan dari dalam jendela tempatku bersandar aku melihat kerumunan orang dengan segudang ekspresi dan usia yang berbeda satu sama lain, tua, muda, anak-anak, wanita, pria, setengah setengah….dari wajahnya ada yang tampak senang, murung, bahkan bermuka biasa-biasa saja, mungkin juga memang tidak punya ekspresi tu orang atau memang sudah ngantuk kali. Unik memang karena di samping perbedaan mereka, ternyata mempunyai persaamaan kalau pun di tarik garis merahnya, mereka sama-sama mengangkat tangan kananya dan mengoyangkan telapak dan jari-jari mereka ke kiri dan kekanan, mereka kompak bahkan tanpa harus diberi aba-aba. Mereka berlomba melambaikan tangan – tangan mereka kearah jendela kereta yang mulai dipenuhi calon penumpang, mungkin lambaian itu untuk orang-orang yang merasa paling dicintai. Udahlah senyum saja lah anggap aja lambaian itu untuk aku apa salahnya juga sih toh juga nggak rugi. Long view mata bergeser kearah short view sebuah adegan 2 orang perempuan dan pria muda ya bisa dibilang ABG lah, kog tau ? gampang lah mengidentifikasi anak ABG atau anak gaul sekarang, dilihat dari model-model pakaian yang mereka kenakan sangat up to date lah, tampak juga model rambutnya yang sangat pasaran sampai-sampai kalo kebetulan saya jalan-jalan di Mall nggak bisa membedakan satu sama lain karena semua model pakaian, aksesoris, sampai model rambut pun sama semua.

2 anak yang keliatan ABG baget tadi dengan sedikit keberanian dan banyak rasa canggung dengan cueknya “cipka-cipiki” sambil berpegangan tangan seakan memberi isyarat bahwa mereka masih saling merindukan dan nggak rela melepas kepergiannya cieeee…… romatis dan dramatis juga sihh pikirku mana ada adegan tetesan air mata lagi. yaa namaya juga ABG (emang !!! kalo udah dewasa nggak ya ????)….di tinggal kayak gitu saja sedihnya minta ampun bagaimana kalo di tinggal mati, pikirku dalam hati sihh.hehehe.

Kembali Ke kursi bernomer 13 C, aku beru mayadari kalo aku mandapat angka yang di percaya kebanyakan orang angka sial, semoga enggak sial lah doaku. Aminnn….Dari jendela aku mengalihkan pandangan dari pada ikut-ikutan nangis maklum saat itu agak-agak terbawa suasana mellow juga sih (enggak tau kenapa ?, mungkin gara-gara mikir liburan yang gagal 2 minggu kemaren kali, lama juga sihh binggung juga sih kog nggak basi-basi sih masalahnya haha….) dari pada malu ikutan atau ketauhan nangis aku lihat kembali kerumunan lambaian tanggan yang dari tadi belum berhenti walaupun sebagian ada yang sudah lesu, ada juga sudah mulai ngantuk dan keliatannya nggak setengah hati lambaiannya. Mereka saling melambai penuh arti sambil menatap jendela-jendela masing masing gerbong kereta Dwipanga yang mulai melaju pelan dan bersuara berisik. Lambaian tangan mereka dan raut muka keceriaan dan kesedihan yang mengiringi kepergian orang yang mereka cintai mulai menghilang sesuai laju kereta yang bergerak semakin cepat dan semakin berisik. Lambaian tangan dan raut muka sesaat hilang dalam kegelapan se’usai kereta membawa gerbong-gerbong bergerak cepat meninggalkan terangnya lampu Stasiun Tugu Yogyakarta menuju perjalanan menembus malam dan pagi menuju JAKARTA.

Tidak ada komentar: